drh. Agus Sunanto MP., Kapus KH Kahani-Barantan saat menjadi pembicara pada Seminar Internasional African Swine Fever di Bogor, Jawa Barat (19/10)(dok. barantan)
Demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) sudah hampir menyebar di beberapa benua, termasuk Eropa dan Asia. Kejadian terbaru dan mengkhawatirkan adalah masuknya ASF ke Timor Leste, yang berbatasan darat dengan Indonesia.
Data di Karantina Pertanian Soekarno-Hatta memperlihatkan bahwa pada periode Januari hingga September, petugas karantina berhasil menggagalkan pemasukan media pembawa ASF sebanyak 225,28 kg yang berasal dari barang bawaan penumpang.
Menurut Agus Sunanto, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Barantan) saat menjadi pembicara pada Seminar Internasional African Swine Fever di Bogor, Jawa Barat (19/10), Barantan telah mengambil posisi antisipatif terhadap situasi perkembangan penyakit yang menyerang ternak babi tersebut.
“Selain memperketat dan meningkatkan kewaspadaan pengawasan karantina di berbagai tempat pemasukan melalui surat edaran (Kepala Barantan), Barantan juga telah berhasil menggagalkan upaya pemasukan berbagai media pembawa virus ASF, seperti daging babi, dendeng, sosis, usus, dan olahan babi lainnya,” katanya
Selain pengawasan, Agus menjelaskan Barantan juga merangkul semua instansi terkait, baik di bandara, pelabuhan, dan pos lintas batas negara seperti Bea dan Cukai, Imigrasi, maskapai penerbangan dan agen perjalanan, serta dinas peternakan di daerah di seluruh wilayah Indonesia.
Mengancam peternakan babi nasional
African Swine Fever sendiri merupakan penyakit hewan eksotik dan termasuk dalam hama penyakit hewan karantina golongan I berdasarkan Kepmentan No. 3238/2009 atau belum ada di Indonesia.
ASF disebabkan oleh virus DNA genus Asfivirus, familia Asfarviridae , yang dapat menyebabkan tingkat kesakitan (morbiditas) mencapai 100% dan tingkat kematian (mortalitas) pada ternak babi mencapai 100%. Oleh karenanya, menurut Agus, hal ini sangat berbahaya bagi peternakan babi di Indonesia.
Sejarahnya, ASF sendiri muncul pertama kali pada tahun 1921 di Kenya dan saat ini endemik di sebagian besar sub-Sahara Afrika termasuk di Pulau Madagaskar dan telah meluas ke Benua Eropa.
Kondisi terkini, wabah ASF telah sampai ke Asia yang dimulai dari Tiongkok pada bulan Agustus 2018 dan telah menyebar ke Mongolia (Januari 2019), Vietnam (Februari 2019), Kamboja (Maret 2019), Hongkong (Mei 2019), Korea Utara (Mei 2019), Laos (Juni 2019), Myanmar (Agustus 2019), Filipina, Korea Selatan dan Timor Leste (September 2019).
Penularan ASF sendiri dapat terjadi melalui hewan hidup, baik melalui peternakan babi maupun babi liar. Mereka dapat bertindak sebagai penular, meski terlihat sehat. Juga vektor caplak lunak Ornithodoros sp dan babi liar dapat bertindak sebagai reservoir atau perantara. Babi yang positif ASF juga dapat menyebarkan (shedding) virus melalui kotoran dan berpotensi mengontaminasi berbagai peralatan kandang dan sepatu pekerja.
Penularan ASF juga dapat melalui pemberian pakan babi ( swill feeding ) dari sisa katering, sisa makanan hotel, restoran, dan sisa makanan penumpang dan awak asal negara wabah yang tidak dipanaskan minimal 70 °C selama 30 menit.
Kegiatan bertema “Children At Your Services” adalah program kolaborasi IAS dengan UNICEF dengan memperkenalkan profesi-profesi dunia aviasi kepada anak-anak.
…DetailsBisnis jasa kurir/ekspedisi yang tahan banting bahkan ketika krisis, melaju pesat dan mencatatkan pertumbuhan dua digit selama beberapa tahun terakhir
…DetailsKerjasama ini adalah langkah strategis kedua maskapai beri nilai tambah pengguna jasanya sekaligus mendukung pertumbuhan aktivitas bisnis dan pariwisata kedua negara
…DetailsKehadiran cabang utama ini memainkan peran penting dalam membantu pelaku usaha lokal memperluas distribusi produk, di pasar lokal maupun nasional
…Details