Pilot sebagai seorang individu manusia juga mempunyai berbagai permasalahan, termasuk diantaranya adalah masalah gangguan mental emosional (GME). GME adalah suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan mental dan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis jika terus berlanjut dan berpotensi adanya suatu gangguan jiwa apabila diperiksa lebih lanjut oleh psikiater.
Gangguan meningkat seiring dengan semakin tinggi jam terbang total yang dimiliki oleh pilot. Diperlukan pendekatan khusus agar resiko GME pada pilot bisa diminimalisir sehingga tidak mengganggu kinerjanya untuk menjaga keselamatan penerbangan.
Demikian hasil kajian dari Balai Kesehatan Penerbangan dalam publikasi kajian tentang “Jam Terbang Total Dan Faktor Dominan Lainnya Terhadap Risiko Gangguan Mental Emosional Pada Pilot Sipil Di Indonesia" dan sekaligus Sosialisasi Peraturan tentang Medical Examination (Medex) terbaru terkait pemeriksaan dan pengujian kesehatan personel penerbangan yang telah memenuhi standar ICAO.
Acara sosialisasi dilakukan di Bandara Internasional Hotel, Soekarno Hatta,Tangerang pada hari ini, Selasa, 14 November 2017 dan dibuka oleh Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Muzaffar Ismail. Acara dihadiri para stakeholder di bidang penerbangan baik itu operator (maskapai penerbangan) maupun regulator, para perwakilan asosiasi pilot dan para peneliti dari Balai Kesehatan Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara, juga dihadiri oleh dokter-dokter di lingkungan Kementerian Perhubungan, Dokter Garuda Sentra Medika dan dokter-dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia prodi Kedokteran Penerbangan.
“ Saya ucapkan selamat kepada tim dari Balai Kesehatan Penerbangan dan narasumber serta semua pihak yang telah membantu dan terlibat dalam kajian ini sehingga hasil kajian ini dapat dipublikasikan kepada semua operator/ stakeholder penerbangan,” ujar Muzaffar Ismail saat memberikan kata sambutan pada acara sosialisasi tersebut.
Menurut Muzaffar, permasalahan kesehatan mental emosional merupakan salah satu permasalahan yang perlu menjadi perhatian semua pihak.Khususnya bagi regulator dan para maskapai/operator agar dapat menentukan program untuk mengurangi gangguan kesehatan mental emosional bagi pilot. Sehingga pilot dapat bekerja dengan seoptimal mungkin dan memenuhi standar kesehatan fisik dan psikis yang telah ditentukan oleh dokumen ICAO 8984 dan CASR 67 edisi 1.
“Semoga hasil kajian kesehatan mental emosional ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua, khususnya bagi personel penerbangan agar dapat terjaga tingkat kesehatan dan performanya sehingga terwujud keselamatan dan keamanan penerbangan,” lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Balai Kesehatan Penerbangan Capt. Avirianto menyatakan bahwa gangguan kesehatan mental emosional merupakan salah satu permasalahan yang mungkin saja dialami oleh personel penerbangan, khususnya pilot yang sering terpapar dengan sumber stress yang tinggi.
“Besar harapan kami dengan adanya hasil kajian mengenai kesehatan mental emosional ini dapat membantu para operator penerbangan dalam menentukan program untuk mengurangi gangguan kesehatan mental emosional para pilotnya sehingga dapat bekerja dengan seoptimal mungkin,” ujarnya.
Kajian mengenai “Jam Terbang Total Dan Faktor Dominan Lainnya Terhadap Risiko Gangguan Mental Emosional Pada Pilot Sipil Di Indonesia” dilakukan oleh tim dari Hatpen dengan mengambil sampel 800 pilot.
Tujuan dilakukannya kajian tersebut adalah untuk menganalisis faktor risiko jam terbang total dan faktor dominan lainnya pada pilot sipil terhadap risiko GME. Serta memberikan rekomendasi bagi regulator dan operator tentang pencegahan terhadap timbulnya GME pada pilot sipil di Indonesia.
Dari kajian tersebut didapat kesimpulan bahwa Pilot dengan jam terbang total di atas 6624 jam, lama masa kerja 11-20 tahun dengan menunjukkan permasalahan dalam keluarga tingkat sedang sampai tinggi dan lingkungan rumah yang kurang nyaman berisiko meningkatkan GME.
Pilot yang sering menggunakan strategi koping Seek God’s Helpbukan merupakan faktor dominan yang dapat membantu menurunkan risiko GME.Namun yang dapat menurunkan risiko GME adalah bercerita dengan orang lain dalam mencari solusi permasalahan.
Untuk itu, tim pengkaji juga memberikan beberapa rekomendasi.
Untuk pilot: Perlu aktifitas yang positif dan dapat mencegah GME;Perlu terciptanya tempat tinggal yang nyaman;Perlu terciptanya budaya safety culture.
Untuk operator/maskapai: Perlunya kegiatan family gathering; Perlu penerapan tegas regulasi PKPS 121 amndement 12 ttg jam terbang; Perlunya penyuluhan SENSE programme; Perlu adanya konseling (dokter/psikolog) di setiap maskapai; dan Perlu adanya training Crew Resources Management (CRM)dengan pilot, pramugari dan ground staff.
Untuk regulator: Perlu pemeriksaan kesehatan mental pilot mulai dari CPL hingga ATPL dan perlunya meneruskan informasi hasil kajian kepada Dirjen Perhubungan Udara.
Untuk ilmu pengetahuan/ kajian lanjutan: perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan alat yang bersifat obyektif untuk mengukur stress (Heart Rate Variability).
Kegiatan bertema “Children At Your Services” adalah program kolaborasi IAS dengan UNICEF dengan memperkenalkan profesi-profesi dunia aviasi kepada anak-anak.
…DetailsBisnis jasa kurir/ekspedisi yang tahan banting bahkan ketika krisis, melaju pesat dan mencatatkan pertumbuhan dua digit selama beberapa tahun terakhir
…DetailsKerjasama ini adalah langkah strategis kedua maskapai beri nilai tambah pengguna jasanya sekaligus mendukung pertumbuhan aktivitas bisnis dan pariwisata kedua negara
…DetailsKehadiran cabang utama ini memainkan peran penting dalam membantu pelaku usaha lokal memperluas distribusi produk, di pasar lokal maupun nasional
…Details