Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, kinerja logistik di Indonesia masih belum memuaskan. Aspek logistik yang belum digarap secara baik membuat beberapa kegiatan bisnis tidak berjalan secara optimal. Salah satunya adalah terminal kargo. Sampai saat ini, belum ada terminal udara kargo skala dunia (world-class) di Indonesia.
Untuk itu Badan Litbang Perhubungan, bidang Transportasi Udara mengadakan Focus Group Discussion (FGD) di Kuta, Denpasar (29/11), untuk membahas hasil kajian Pengembangan Transshipment Kargo Udara di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali (DPS) yang dihadiri perwakilan dari instansi pemerintah serta pelaku industri di bidang kargo dan logistik.
Salah satu jenis dari bisnis kargo udara adalah transshipment, atau dalam istilah kepabeanan dikenal sebagai kargo angkut lanjut. Berbeda dengan impor di mana kargo dikenakan clearance untuk pengeluaran dan pemeriksaan masuk. Kargo udara transshipment hanya singgah di bandara, untuk kemudian berangkat lagi.
Transshipment terjadi ketika dimana dari daerah asal (origin) terjadi penumpukan barang untuk diangkut, sementara moda transportasi atau kapasitas pengangkut ke destinasi terbatas, sehingga mengakibatkan terlambatnya jadwal pengiriman serta mahalnya biaya transportasi yang harus ditanggung oleh konsumen.
Alasan paling umum dilakukannya transshipment adalah skala ekonomi. Praktik yang selama ini dilakukan adalah menyinggahkan kargo tersebut ke bandara transit, untuk kemudian dikumpulkan, dan dikirimkan kembali dengan pesawat ke bandara tujuan akhir.
Sampai dengan saat ini, penikmat bisnis kargo transshipment adalah Bandara Changi, Singapura (SIN). Dengan posisinya yang strategis, ditambah dengan berbagai macam aktivitas penciptaan nilai tambah seperti pelabelan, pengemasan, dan kustomisasi.
Singapura memiliki pangsa pasar kargo udara terbesar di Asia Tenggara. Berbeda dengan Indonesia, praktik transshipment belum banyak ditemui, jika ditinjau dari sisi geografis, Indonesia tidak kalah dari Singapura.
Bandara DPS terdapat captive supply dari sisi angkutan pesawat langsung dari sisi selatan (Australia, Oseania), utara (Jepang, Korea Selatan, China), dan timur tengah (Uni Emirat Arab).
Analisis menunjukkan bahwa mengirimkan kargo dari Australia ke Jepang lewat DPS memiliki keunggulan waktu dibandingkan lewat SIN. Dari sisi kapasitas pun memadai, karena kapasitas belly pesawat di DPS sebesar 2.000 ton/hari, dan baru dimanfaatkan sebesar 150 ton/hari saja, atau utilisasinya hanya sekitar 6%.
Permintaan kargo di DPS harus diupayakan secara mandiri oleh operator terminal kargo, tidak hanya bergantung kepada Pemerintah. Selain limpahan kargo transshipment dari SIN, tentu saja terdapat potensi yang besar dari kargo-kargo domestik, di antaranya adalah produk perikanan dan pertanian.
Selain fasilitas dasar, aktivitas nilai tambah seperti di Singapura tentu harus menjadi perhatian lebih, agar maskapai dan perusahaan forwarder memiliki insentif untuk pindah dari Bandara SIN ke DPS.
Hasil Benchmarking di Bandara Hong Kong dan Frankfurt menunjukkan bahwa terdapat empat faktor kunci yang menentukan keberhasilan terminal kargo:
1) ruang gerak yang tinggi bagi operator terminal,
2) kontrol pemerintah terhadap target-target yang telah disusun,
3) penciptaan permintaan dan koneksi secara terus menerus oleh operator terminal kargo,
4) spesialiasi bidang pelayanan dari penyedia jasa logistik di terminal kargo.
Terdapat kesenjangan kondisi saat ini dengan regulasi yang ada tentang ketentuan dasar transshipment, sirkulasi kargo, dan tata ruang terminal. Peran Kementrian Perhubungan dalam mendukung pengembangan terminal kargo transshipment di Bali adalah sebagai regulator yang tidak hanya menentukan regulasi, namun juga mengontrol operator dalam melaksanakan target yang sudah ditetapkan.
Dari sisi permintaan, fasilitas dan perkembangan bisnis bandara telah disusun capaian beserta Key Performance Indicator nya, yang menjadi kontrol pemerintah terhadap kinerja operator. Keberhasilan pengembangan transshipment kargo udara di Denpasar harus didukung oleh semua pihak; pemerintah, operator, dan penyedia jasa logistik.
Kegiatan bertema “Children At Your Services” adalah program kolaborasi IAS dengan UNICEF dengan memperkenalkan profesi-profesi dunia aviasi kepada anak-anak.
…DetailsBisnis jasa kurir/ekspedisi yang tahan banting bahkan ketika krisis, melaju pesat dan mencatatkan pertumbuhan dua digit selama beberapa tahun terakhir
…DetailsKerjasama ini adalah langkah strategis kedua maskapai beri nilai tambah pengguna jasanya sekaligus mendukung pertumbuhan aktivitas bisnis dan pariwisata kedua negara
…DetailsKehadiran cabang utama ini memainkan peran penting dalam membantu pelaku usaha lokal memperluas distribusi produk, di pasar lokal maupun nasional
…Details