Sama halnya apa yang terjadi di penerbangan global saat ini, beberapa flag carrier di Asia Tenggara juga sangat terpukul dengan merebaknya coronavirus (Covid-19). Okupansi menurun drastis, yang pada gilirannya, pendapatan para operator juga merosot sangat tajam.
Untuk mengurangi beban operasional itu, sejumlah maskapai melakukan beberapa kebijakan penghematan dan pengurangan. Seberapa besar mereka terpaksa (harus) melakukan hal ini?
Sejumlah maskapai besar di negara-negara ASEAN itu, seperti Singapore Airlines (SIA), Thai Airways International (THAI), Philippine Airlines (PAL), dan Garuda Indonesia (GIA) memangkas jumlah penerbangan hingga 96%. Badai Covid-19 memaksa mereka melakukan hal tersebut untuk memangkas biaya agar tetap bisa survive.
Singapore Airlines (SIA)
Maskapai penerbangan nasional Singapore Airlines (SIA) adalah salah satu dari banyaknya maskapai penerbangan yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. SIA telah memangkas 96% rute penerbangannya dan hanya menerbangkan 138 pesawatnya dari armadanya yang berjumlah 147.
Scoot, maskapai yang berada di bawah Singapore Airlines Group, juga telah menangguhkan penerbangan ke 49 destinasi dan melalukan grounded 47 dari 49 armada pesawatnya.
Setelah meminta penghentian perdagangan sahamnya pada Kamis (26 Maret), SIA mengumumkan rencana untuk mengumpulkan hingga SGD$ 15 miliar (Rp.168,3 triliun) dari investor yang ada melalui penjualan saham dan obligasi konversi.
Selain itu Pemerintah Singapura juga memberikan bantuan senilai SGD$ 750 juta (Rp.8,4 triliun) untuk sektor penerbangan, bahwa hal tersebut akan membantu industri penerbangan pulih lebih cepat dari pukulan pandemi Covid-19.
Dana sebesar SGD$ 400 juta (Rp.4,5 triliun) dari bantuan Pemerintah Singapura itu akan digunakan untuk skema tenaga kerja, yaitu Pemerintah membayar hingga 75 persen dari S $ 4.600 pertama dari upah bulanan para pekerja. Sisanya SGD$ 350 juta (Rp.3,9 triliun) akan digunakan untuk paket dukungan kepada bisnis di sektor penerbangan. Ini akan membantu mempertahankan tingkat konektivitas penerbangan minimum.
"Yang penting untuk memungkinkan warga Singapura di luar negeri untuk pulang ke rumah dan menjaga jalur pasokan kami untuk barang-barang penting tetap terbuka,” kata Wakil Perdana Menteri Singapura, Heng Swee.
Thai Airways International (THAI)
Awal Maret lalu, Thai Airways International (THAI) mengumumkan akan membatalkan semua penerbangan internasional dan menutup kantornya di luar negeri sehubungan dengan meningkatnya krisis global pandemi Covid-19.
Chakkrit Parapuntakul, penjabat THAI President, mengatakan THAI tidak dapat terbang ke banyak negara karena kebijakan lockdown, yang menyebabkan lalu lintas penumpang relatif sedikit.
Maskapai THAI saat ini dalam kesulitan keuangan, sehingga memutuskan pilihan terbaik adalah mengurangi sebagian besar penerbangan untuk mengurangi kerugian.
Kementerian Keuangan dan Transportasi Thailand telah berjanji untuk mencarikan solusi dalam waktu dua bulan ke depan terhadap flag carrier Thailand yang saat ini mengalami kesulitan keuangan, menurut Prasong Poontaneat, Sekretaris Tetap Menteri Keuangan Thailand.
Lebih lanjut Mr Prasong mengatakan kementeriannya sangat menyadari sejauh mana masalah yang dihadapi oleh operator penerbangan nasional yang berasal dari krisis wabah Covid-19. Dia mengatakan Kementerian Keuangan siap membantu menyelamatkan THAI dan memastikan pemulihan sesegera mungkin.
Philippine Airlines (PAL)
Philippine Airlines (PAL) mencatat kerugian terbesar dalam sejarah perusahaannya. CEO PAL Gilbert Santa Maria mengatakan ada beberapa sebab kerugian PAL tahun lalu mulai dari jatuh tempo hutang jangka panjang, kewajiban sewa guna usaha, dan diperparah oleh letusan gunung berapi Taal, serta ditambah kerugian tahun ini akibat krisis Covid-19 yang sedang berlangsung.
PAL telah mengalami kerugian bersih US $ 208 juta (Rp.3,3 triliun) pada tahun 2019 atau setara dengan 10,6 miliar peso dan menandai kerugian PAL tiga tahun berturut-turut.
Induk maskapai yang terdaftar secara publik, PAL Holdings Inc, melaporkan kerugian bersih pada 2018 sebesar 4,3 miliar peso dan pada 2017 sebesar 7,3 miliar peso. Pekan lalu, PAL Holdings Inc telah menyetujui penambahan modal kepada maskapai PAL ini dari 13 miliar peso menjadi 30 miliar peso.
Untuk selamat dari fase sulit ini, CEO PAL mengatakan: “PAL perlu menghasilkan pendapatan lebih besar lagi dengan meningkatkan muatan dan dengan mengoptimalkan networking, menciptakan aliran pendapatan dalam produk tambahan seperti kargo, program loyalitas, pelayanan charter dan mendorong penerapan transformasi digital untuk efisiensi dan keandalan pelayanan yang lebih besar”.
Lebih lanjut Gilbert Santa Maria mengatakan: “Juga diperlukan adanya pendekatan yang komprehensif dan agresif untuk mengelolaan biaya perusahaan kami, termasuk pengurangan pemeliharaan, perbaikan, dan biaya operasi darat termasuk katering, mengurangi pengeluaran untuk komoditas utama seperti bahan bakar."
Langkah lainnya, flag carrier PAL, yang memiliki total 6.087 karyawan, akan mengeluarkan program pengurangan tenaga kerja yaitu program pemisahan sukarela (VSP - voluntary severance package) untuk karyawan yang memenuhi syarat sebagai karyawan lama sebagai langkah penting dalam upaya restrukturisasi yang diperlukan untuk mengurangi biaya overhead.
Garuda Indonesia (GIA)
Ketua Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Denon Prawiratmadja menuntut insentif dari Pemerintah Indonesia untuk industri penerbangan di tengah wabah Covid-19 yang memberikan dampak langsung.
Sampai saat ini, semua maskapai di Indonesia telah mengurangi penerbangan mereka baik rute maupun frekuensinya lebih dari 50 persen lebih karena penurunan jumlah penumpang.
Pandemi Covid-19 akan mempengaruhi pendapatan maskapai penerbangan ini secara signifikan karenanya flag carrier ini terpaksa memotong penerbangan ke berbagai negara yang pada akhirnya akan memberikan dampak besar bagi kelangsungan bisnis perusahaan penerbangan kebanggaan rakyat Indonesia.
Akibat situasi tersebut, terjadi penurunan penumpang sebesar 30 persen untuk rute domestik, sedangkan yang internasional mencapai lebih dari 40 persen.
Untuk menyeimbangkannya Garuda Indonesia harus melakukan upaya dengan mengurangi frekuensi penerbangan dan tidak menutup rute yang ada. Dan Garuda Indonesia saat ini sudah melakukan grounded sekitar 20 pesawat.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedang berjuang untuk membantu keuangan Garuda Indonesia dengan merestrukturisasi obligasi yang akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020 dengan pengembalian tahunan 5,95 persen atau sebesar US $ 29,5 juta (Rp.472 miliar) dari penerbitan obligasi sebesar US $ 496,8 juta (Rp.7,9 triliun) pada 3 Juni 2015 dengan kurs dollar saat ini mencapai Rp.16.009.
Beban keuangan maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang cukup besar saat ini, selain dari jatuh temponya pembayaran hutang obligasi dan melemahnya nilai tukar mata uang rupiah, juga belum ditambah dengan kerugian selama merebaknya virus Covid-19 ini.
Jumlah tersebut sudah signifikan mempengaruhi kinerja perseroan. Namun sejauh ini, Garuda Indonesia belum menerapkan cuti tanpa gaji, pemotongan gaji, bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerjanya.
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan memberikan bantuan dana sebesar Rp.99 miliar dalam bentuk subsidi untuk maskapai penerbangan dan agen perjalanan, yang memungkinkan mereka untuk mendiskon tiket atau paket perjalanan untuk wisatawan asing.
Maskapai yang terbang ke beberapa destinasi wisata akan diberikan diskon sebesar 20 persen dalam biaya bandara dari operator bandara milik negara, PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II, serta Pemerintah telah menyediakan dana sebesar Rp.266 miliar untuk subsidi bandara.
Terkait subsidi industri penerbangan nasional tersebut, BUMN Pertamina pun juga akan memangkas harga (diskon) bahan bakar jet pesawat di sembilan destinasi penerbangan selama tiga bulan, mulai Maret lalu. Dan Pemerintah telah mengalokasi dana yang dibutuhkan Pertamina sebesar Rp.267 miliar untuk memberikan diskon tersebut.
Kegiatan bertema “Children At Your Services” adalah program kolaborasi IAS dengan UNICEF dengan memperkenalkan profesi-profesi dunia aviasi kepada anak-anak.
…DetailsBisnis jasa kurir/ekspedisi yang tahan banting bahkan ketika krisis, melaju pesat dan mencatatkan pertumbuhan dua digit selama beberapa tahun terakhir
…DetailsKerjasama ini adalah langkah strategis kedua maskapai beri nilai tambah pengguna jasanya sekaligus mendukung pertumbuhan aktivitas bisnis dan pariwisata kedua negara
…DetailsKehadiran cabang utama ini memainkan peran penting dalam membantu pelaku usaha lokal memperluas distribusi produk, di pasar lokal maupun nasional
…Details