JAKARTA - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI harapkan Ditjen Bea dan Cukai mau duduk bersama mencari solusi untuk mengurangi ancaman denda bagi Freight Forwarding yang menangani barang impor /ekspor di Bandara Soekarno Hatta (Soetta).
"Denda dimaksud sebagai dampak dari pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No 158/PMK.04/2017," kata Ketua DPW ALFI DKI Jakarta Widijanto dalam percakapan dengan Cargo Times di kantornya, kemarin.
Peraturan Menkeu No 158/PMK.04/ 2017 mengatur tentang Tatalaksana Penyerahan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut, Manifest Kedatangan Sarana Pengangkut dan Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut.
Widijanto mengatakan dalam Peraturan Menkeu No 158/ PMK.04 /2017 disebutkan penyerahan inward manifest paling lambat saat pesawat menyentuh landasan (landing). "Akibatnya banyak forwarding anggota kami terkena denda progresif mulai dari Rp 10 juta sampai Rp100 juta karena terlambat submit inward manifest," tutur Widijanto.
Menanggapi ketentuan batas waktu penyampaian inward manifest dalam PMK 158/2017 selambat lambatnya saat pesawat landing, Widijanto bertanya: " Secara hierarki mana derajatnya lebih tinggi antara Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dengan Undang-undang? Yang dijawabnya sendiri: "Kan UU lebih tinggi posisi hukumnya".
"Nah secara hierarki, perundang- undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi. Tapi pada PMK 158/2017 menyangkut batas waktu penyampaian inward manifest bertentangan dengan UU RI No 17 Tahun 2006 tentang Perubahan UU No 10/1995 tentang Kepabeanan," ujarnya.
Pada Penjelasan UU No17 /2006 pasal 7A ayat (4) huruf b disebutkan batas waktu penyerahan manifes paling lambat 8 jam sejak kedatangan sarana pengagkut melalui udara. Sementara Permenkeu No 158/ PMK.04/2017 batas waktu penyerahan inward manifest paling lambat saat pesawat landing.
"Tapi kita tidak bermaksud ingin memperdebatkan soal hierarki antara PMK 158 dan UU17/2006. Poin yang ingin kita sampaikan kepada Ditjen BC, ayo kita duduk bersama untuk mencari titik temu soal batas waktu penyerahan inward /outward manifes," ujar Widijanto.
"Kalau menurut UU paling lambat 8 jam dianggap Ditjen BC tidak mendukung percepatan customs clearance. Kita dukung ..... ayo berapa jam yang pantas? Tapi jangan seperti sekarang sama sekali menampikkan amanah UU 17/2006 khususnya pasal 7A ayat (4) huruf b ," ujar Widijanto.
Widijanto mengatakan kelonggaran waktu walaupun sedikit diperlukan anggota kita. Karena keterlambatan forwarding menyampaikan inward manifest juga sering terjadi bukan akibat dari kesalahan mereka.
Misalnya, forwarding di Singapura sudah beritahukan via email kepada agennya di Indonesia akan kirim barang melalui penerbangan SQ no X dengan perkiraan berangkat atau estimated time departure (ETD) pkl 17.00.
Forwarding di Indonesia tentu melakukan hitungan dengan jarak tempuh Singapura -Jakarta sekitar 2 jam, berarti estimated time arrival (ETA) pkl 19.00 WIB. Saat itulah paling lambat dia harus submit inward manifest sesuai PMK 158/2017.
Tapi di luar dugaan sebelum pesawat SQ X berangkat ada pesawat SQ no... lain ke Jakarta ETD pk 14.00. Karena tempat kargo kosong, barang tadi dibawa dan tiba di Jakarta sekitar pk 16.00. Akibatnya Forwarding di Jakarta terlambat sampaikan inward manifest dan kena denda, ujarnya.
Kegiatan bertema “Children At Your Services” adalah program kolaborasi IAS dengan UNICEF dengan memperkenalkan profesi-profesi dunia aviasi kepada anak-anak.
…DetailsBisnis jasa kurir/ekspedisi yang tahan banting bahkan ketika krisis, melaju pesat dan mencatatkan pertumbuhan dua digit selama beberapa tahun terakhir
…DetailsKerjasama ini adalah langkah strategis kedua maskapai beri nilai tambah pengguna jasanya sekaligus mendukung pertumbuhan aktivitas bisnis dan pariwisata kedua negara
…DetailsKehadiran cabang utama ini memainkan peran penting dalam membantu pelaku usaha lokal memperluas distribusi produk, di pasar lokal maupun nasional
…Details